Menu

Mode Gelap

Opini

Dongeng Warisan Tutur yang Jujur “Dongeng Warisan Untuk Siapa?

badge-check


					Dongeng Warisan Tutur yang Jujur “Dongeng Warisan Untuk Siapa? Perbesar

Penulis: Chairul Haq

✍️ Ketua bidang Organisasi dan Kaderisasi Kampung Dongeng BATUR Mataram.

Detikmandalika.com – Manusia tidak akan pernah jauh dari cerita, semenjak dari bayi hingga ajal menjemput dan sudah menjadi hal yang pasti setiap manusia dikelilingi dengan sebuah cerita, sehingga tak ada lagi ada alasan untuk manusia tanpa cerita. Begitu lah fakta yang tidak bisa dihindarkan. Apalagi di era digital saat ini, setiap individu manusia pasti mempunyai akun media sosial yang hampir setiap kehidupannya tercurahkan di sana.

“Dunia menghabiskan lebih dari 12 miliar jam menggunakan platform sosial setiap hari, yang setara dengan lebih dari 1,38 juta tahun keberadaan manusia”.

Hal tersebut bisa memberikan kita pandangan bahwa cerita, kisah, atau dongeng merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Nah kali ini kita akan membahas lebih jauh tentang Dongeng. Karena dongeng adalah sebuah warisan yang perlu dilestarikan keberadaanya di era digital kekinian yang semakin masif.

Dongeng merupakan sebuah cerita yang tidak benar – benar terjadi (terutama tentang kejadian aneh zaman dahulu). Entah bagaimana jadinya anak jika tidak akan kenal atau tidak akan bersahabat lagi dengan “Si Kancil”, “Pangeran Kodok”, atau “Abu Nawas” dengan kisah 1001 malamnya dan tokoh – tokoh lain dalam dongeng yang secara turun temurun telah dikisahkan oleh orang – orang terdahulu.

Dongeng dapat memberikan imajinasi yang mendalam terhadap anak karena dongeng bisa membuat atau menggiring imajinasi anak terhadap kebaikan. Secara moral pun banyak pesan yang tersurat maupun tersirat tersampaikan dan bisa dipedomani dalam menjalani hidup.

Akan tetapi, diera digital ini anak – anak lebih senang dan tertarik dengan robot – robot yang dikemas dengan film animasi. Memang tidak bisa terelakkan pengaruh teknologi begitu pesatnya dalam membayangi alam imajinasi anak. Oleh karena itu, dongeng dibutuhkan dan hadir untuk seni menyelami imajinasi anak – anak, terlebih dongeng bisa dijadikan sebagai sarana komunikasi dari hati ke hati dan secara tidak langsung tengah memanusiakan anak terkait suatu hal yang dilarang atau dipatuhi atas dasar mengerti dan mengasyikkan bukan atas dasar ketakutan.

Pada dasarnya dongeng adalah sebuah penyampaian bahasa yang bisa memberikan pertahanan terhadap gempuran digitalisasi, dengan kata lain dongeng merupakan salah satu bentuk benteng pertahanan diri dari setiap individu agar tidak tergerus arus digitalisasi pada abad modern ini.

Dalam hal ini Ketua Kampung Dongeng BATUR Kota Mataram Ahmad Fadli menuturkan :
Agar dongeng benar – benar menjadi sebuah pertahanan atau benteng di era digital ini, maka tugas kita semua adalah khususnya para Relawan Kampung Dongeng BATUR Kota Mataram yaitu, pertama: harus menciptakan pendongeng – pendongeng yang lebih banyak lagi; kedua: di setiap sudut usahakan dongeng saat melihat anak – anak; ketiga: butuh konsistensi dan motivasi; keempat: mendongeng harus berkelanjutan dan tetap semangat; kelima: menjadikan dongeng sebagai lahan ibadah, kebaikan atau manfaat.

Berdasarkan asal muasalnya, dongeng berasal dari bangsa Thai di Yunan, tetapi kemudian tersebar ke seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia, dongeng tersebut tersebar dari Aceh hingga Maluku Tenggara. Di Jawa Tengah atau Jawa Timur, dongeng juga berkembang. (sumber: buku Belajar Menjadi Seorang Pendongeng : Aminudin).

Dongeng pada mulanya adalah sebuah tutur yang diwariskan oleh orang – orang terdahulu yang berfungsi sebagai pengantar tidur, penulis sendiri sebagai orang sasak yang kental dengan “waran” (istilah dongeng atau cerita di daerah sasak) sering mendengarkan orang tua me”waran”kan kisah – kisah yang inspiratif semasa kanak – kanak, sehingga pada saat dewasa pun masih jelas terngiang implikasi dari imajinasi yang terdengar melalui tutur yang mewujud menjadi sebuah dongeng pengantar tidur, salah satunya adalah waran “Inaq Tegining, Amaq Teganang” dan terwujud dalam bentuk lagu daerah khas suku sasak.

Dongeng juga merupakan sebuah ladang ibadah, karena dengan melalui dongeng kita bisa mengabarkan kisah – kisah yang inspiratif untuk anak – anak atau pun untuk orang tua dan dari orang tua akan tersalurkan kisah – kisah yang inspiratif.

Melalui cerita inilah pesan – pesan agama tersampaikan sebagai bentuk dakwah yang akan menjadi amal ibadah, dengan kata lain cerita atapun dongeng merupakan bentuk dakwah melalui lisan. Karena pada mulanya agama pun disebar melalui mulut ke mulut sehingga bisa tersampaikan.

Jadi, penulis percaya bahwa dongeng tidak hanya bersifat hiburan semata atau pelipur lara, melainkan mempunyai tujuan yang luhur, yaitu sebagai ladang dakwah dan ibadah, pengenalan alam semesta, motivasi untuk menjadi pribadi yang berakhlak, dan menstimulasi perkembangan imaginasi anak serta mendorong orang tua untuk lebih proaktif terhadap tantangan zaman di era digitalisasi ini. Selain itu dongeng tidak semata – mata diwariskan untuk anak – anak agar menjadi pribadi yang siap dalam segala zaman, akan tetapi orang tua pun harus siap menjadi penerus tutur yang jujur dengan tujuan yang luhur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending di Opini